13 Fakta tentang Sperma

Mungkin banyak orang yang sudah tahu dari mana asal sperma dan fungsinya dalam proses pembuahan sel telur. Namun, sebenarnya sperma masih punya banyak rahasia menarik yang belum terungkap. Dr David Shin, Kepala Center for Sexual Health & Fertility dari Hackensack University Medical Center, Amerika, membagi informasi mengenai 13 fakta seputar sperma, yaitu sebagai berikut:

  1. Sperma diproduksi di testis dan butuh 10 minggu untuk matang.
  2. Sperma matang bisa menunggu hingga 2 minggu di "ruang tunggu" yang disebut epididimis sebelum mereka memulai debutnya. Epididimis adalah saluran melingkar yang terdapat di bagian paling atas dan belakang testis. Fungsinya menyalurkan sperma.
  3. Sperma hanya berkontribusi 5 persen pada total volume cairan mani. Sisanya terdiri dari cairan yang menyediakan nutrisi dan medium perlindungan sperma agar ia bisa melakukan perjalanan ke saluran reproduksi perempuan.
  4. Pria sehat menghasilkan 70-150 juta sperma setiap hari. 
  5. Sperma bisa hidup sampai 5 hari di dalam rahim. Hal ini menjelaskan mengapa seseorang bisa hamil beberapa hari setelah terjadinya ovulasi (dilepaskannya sel telur).
  6. Sperma Y, yang akan menghasilkan bayi laki-laki, berenang lebih cepat dibanding sperma X, yang akan menghasilkan bayi perempuan. Kromosom Y lebih kecil dan memiliki materi genetik lebih sedikit dibanding kromosom X. 
  7. Sperma manusia berukuran sekitar 55 mikron. Sebagai perbandingan, kira-kira ukuran rambut manusia adalah 100 mikron.
  8. Sperma berasal dari bahasa Yunani, yang berarti "benih". 
  9. Sperma hanya bisa berenang maju, tidak bisa mundur.
  10. Sperma yang normal memiliki kepala, sedikit bagian tengah, dan ekor. Sperma yang tidak normal bisa memiliki dua kepala atau dua ekor.
  11. Di Amerika Serikat, pria di New York memiliki jumlah sperma 50 persen lebih banyak dibanding pria di Los Angeles. 
  12. Berlama-lama di sauna atau berendam air panas bisa mengurangi jumlah sperma.
  13. Pelumas, losion, dan air ludah bisa menyebabkan gerakan sperma berkurang.

Read More......

Tahun 2011 LPMK Kelurahan Tanjungrejo Kembali Mendukung Pendanaan Kegiatan PIK Remaja

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Tanjungrejo Kecamatan Sukun Kota Malang dalam rencana kegiatan yang akan didanai oleh Dana Hibah dari Pemerintah Kota Malang ternyata mempunyai perhatian yang luar biasa pada PIK Bantara Kencana Remaja, 
Tahun 2011 ini PIK di beri alokasi dana sebesar kurang lebih Rp. 14.000.000,- untuk kegiatan PIK. Sebenarnya pendanaan dari LPMK tidak hanya pada tahun ini saja, pada tahun 2009 dan 2010 LPMK juga sudah memberikan pendanaan bagi PIK Remaja untuk melakukan kegiatan dan melengkapi kebutuhan organisasi PIK.
       Tidak hanya pendanaan PIK Remaja juga difasilitasi kantor yang sangat baik yang berada di lingkungan kantor Kelurahan Tanjungrejo, selain itu LPMK juga melibatkan PIK dalam setiap kegiatan yang ada di Kelurahan Tanungrejo dimana PIK selalu diberi fasilitas agar bisa membuka stand konseling dan informasi.  Alhamdulillah kami bisa memberikan prestasi berupa juara 1 PIK tingkat Provinsi Jawa Timur, semoga saja di Tingkat Nasional PIK Remaja Bantara Kencana Remaja juga bisa memberikan yang terbaik, sebagai juara 1 PIK Remaja Tingkat Nasional, 
      Satu hal yang membuat kami termotifasi, adalah apa yang disampaikan oleh bapak-bapak dari LPMK, meskipun secara umur banyak diantara kamu umurnya masih belasan tahun dan sekolah di SMP dan SMK tetapi kamu punya potensi yang di PIK lain tidak ada,  kegiatanmu cukup banyak dan memang sudah jalan tidak mengada-ada, hadapilah tim juri dengan tegar dan percaya diri. 

Read More......

Remaja dan Hak Reproduksi

Sita (bukan nama sebenarnya), 22, mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) setelah sebelumnya dipaksa Johan, pacarnya, untuk berhubungan seks. Sita yang tidak tahu harus berbuat apa lalu menyampaikan hal ini kepada Johan, namun Johan malah meninggalkannya karena merasa tidak siap untuk menjadi seorang ayah. Dalam kebingungan, Sita menceritakan hal ini kepada orang tuanya. Sebagai orang terpandang, mereka menganggap kehamilan ini tidak saja akan mengacaukan masa depan Sita, tapi juga membawa aib bagi keluarga. Oleh karena itu, sang ibu memaksa dan membawa Sita ke dokter untuk menggugurkan kandungan. Walaupun sebetulnya Sita takut dosa, ia tidak bisa menolak kemauan ibunya.Sita pun “curhat” ke sahabatnya, Dani. Namun, rahasia ini bocor karena ternyata Dani tidak bisa menyimpan rahasia dan malah menceritakan hal ini ke teman-teman dan guru mereka. Kasus ini menjadi rahasia umum, dan banyak teman yang tidak mau lagi menyapa Sita karena menganggap Sita sudah “rusak”. Akibatnya, sekarang Sita merasa berdosa dan bersalah dan terus menangisi nasibnya. (Kasus Curhat)


Cerita di atas menunjukkan bahwa kadang kala, kita sepertinya tidak punya kuasa atau kendali atas tubuh kita. Orang lain merasa lebih berhak untuk menentukan apa yang harus kita lakukan. Orang lain ini bisa suami, pacar (seperti dalam kasus Sita, memaksa berhubungan seks dengan janji-janji surga yang akhirnya toh tidak ditepati), orang tua (dalam hal ini ibu Sita yang memaksanya menggugurkan kandungan) dan masyarakat luas yang menghakimi perilaku orang lain tanpa berempati pada seseorang yang sedang dilanda masalah.

Lebih jauh lagi, cerita di atas merupakan pelanggaran terhadap apa yang disebut sebagai hak reproduksi, yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hak ini dibahas dalam Konferensi Dunia tentang Hak-hak Asasi Manusia (1993), Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (1994), Konferensi Internasional tentang Perempuan (1995) dan masih banyak lagi. IPPF (International Planned Parenthood Federation) yang merupakan organisasi keluarga berencana dan kependudukan terbesar di dunia secara khusus membuat rencana kerja penerapan hak reproduksi ini yang akan diterapkan di semua negara di dunia yang menjadi anggota.

Di Indonesia, upaya memberikan perlindungan hak-hak reproduksi bagi masyarakat sudah menjadi kebijakan nasional. Menurut Pedoman Kebijakan Teknis Upaya Promosi dan Pemenuhan Hak-hak Reproduksi yang disusun oleh BKKBN, perlindungan terhadap hak reproduksi ini merupakan pencerminan salah satu misi Program Keluarga Berencana Nasional, yaitu langkah mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas sejak dimulainya proses pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut. Hak-hak reproduksi ini dipandang penting artinya bagi setiap individu demi terwujudnya kesehatan individu secara utuh, baik kesehatan jasmani maupun rohani sesuai dengan norma-norma hidup sehat.

Sesuai dengan kesepakatan dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Cairo tahun 1994, maka hak-hak reproduksi meliputi: 

  1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi; 
  2. Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi; 
  3. Hak untuk kebebasan berpikir dan membuat keputusan tentang kesehatan reproduksinya; 
  4. Hak untuk memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak; 
  5. Hak untuk hidup dan terbebas dari risiko kematian karena kehamilan, kelahiran atau masalah jender; 
  6. Hak atas kebebasan dan keamanan dalam pelayanan kesehatan reproduksi; 
  7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk yang menyangkut kesehatan reproduksi; 
  8. Hak mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan reproduksi; 
  9. Hak atas kerahasiaan pribadi dalam menjalankan kehidupan reproduksinya; 
  10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga; 
  11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang bernuansa kesehatan reproduksi;  
  12. Hak atas kebebasan dari segala bentuk diskriminasi dalam kesehatan reproduksi.

Hak reproduksi ini berlaku bagi setiap manusia dari segala kelompok usia, ras, warna kulit, jenis kelamin, aliran politik, status ekonomi, sosial, dan pendidikan tanpa pandang bulu. Sebagai konsekuensinya, remaja juga mempunyai hak reproduksi sebagaimana halnya dengan kelompok umur yang lain. Hak remaja atas kesehatan reproduksi ini mulai diakui secara internasional pada Konvensi Hak-hak Anak tahun 1989 dan kemudian dilanjutkan pembahasannya sebagai bagian dari ICPD yang diadakan lima tahun kemudian.

Sebagai tindak lanjut, hak reproduksi remaja dibahas sangat mendalam pada International Youth Forum yang diadakan di Den Haag, Negeri Belanda, bulan Februari 1999 dan diikuti oleh 132 peserta remaja dari seluruh dunia. Forum ini secara khusus menekankan perlunya keikutsertaan remaja dalam seluruh kebijakan politis yang mempengaruhi kehidupan mereka, mulai dari segi desain, implementasi sampai evaluasi, serta mendesak diprioritaskannya alokasi dana dan sumber-sumber bagi kesehatan reproduksi remaja.

Bagi remaja, hak reproduksi yang harus dipahami adalah:
  1. Akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, mengingat di banyak negara kesehatan reproduksi diprioritaskan bagi pasangan suami-istri sedangkan remaja kurang mendapatkan perhatian. Oleh karena itu, remaja mempunyai hak atas pelayanan kesehatan reproduksi yang tidak menghakimi, rahasia, menyeluruh serta mudah diakses bagi seluruh remaja dari semua golongan.
  2. Hak untuk mendapatkan pendidikan tanpa ada diskriminasi jender. Selain itu yang perlu mendapat perhatian adalah hak remaja untuk memperolah informasi atas kesehatan reproduksinya, baik dari pendidikan formal maupun non-formal.
  3. Instrumen hak asasi internasional menyatakan bahwa perkawinan hanya dapat dilakukan oleh dua orang yang secara sadar memang menginginkannya, dan bebas dari paksaan pihak lain. Oleh karena itu, pernikahan dini yang berdampak buruk bagi perkembangan remaja terutama remaja perempuan, dalam hal pendidikan, kemandirian ekonomi, serta kesehatan fisik maupun psikis, harus dihapuskan.
  4. Kelahiran dan kontrasepsi. Mengingat secara fisik maupun psikologis remaja belum cukup matang untuk melahirkan, kelahiran di kalangan remaja mengakibatkan tingginya angka kematian ibu melahirkan. Oleh karena itu, remaja mempunyai hak untuk mendapatkan akses informasi dan pelayanan kontrasepsi dan pelayanan pra dan pasca melahirkan bagi remaja tanpa memandang status perkawinan.
  5. Sehubungan adanya tingkat kematian yang tinggi karena aborsi yang tidak aman, dalam hal KTD yang membahayakan kehidupan remaja, kita berhak untuk terhindar dari risiko ini dan mendapatkan akses terhadap pelayanan yang aman.
  6. Infeksi Menular Seksual. Remaja putri lebih rentan terhadap infeksi menular seksual, sehubungan dengan adanya faktor-faktor yang berada di luar kendali mereka, seperti adanya kekerasan dan eksploitasi seksual, kurangnya pendidikan termasuk pendidikan seksual dan kurangnya akses terhadap kontrasepsi dan layanan kesehatan reproduksi.
  7. Kekerasan seksual. Remaja berhak untuk mendapatkan rasa aman dan bebas dari ketakutan akan ancaman kekerasan seksual yang dilakukan baik oleh sesama remaja sendiri maupun oleh orang dewasa.
Mengapa remaja perlu menyadari hak-hak reproduksinya? Pertama, agar kita menyadari bahwa pemegang kendali utama atas tubuh kita seharusnya diri kita sendiri, bukan orang lain. Dengan menyadari hal ini, kita tidak akan mudah menjadi korban atas berbagai paksaan yang menyangkut tubuh dan jiwa kita, sehingga kita bisa memperjuangkan dan membela diri dari orang lain yang akan melanggar hak kita. Sebagai konsekuensinya, apapun yang kita lakukan terhadap tubuh kita harus kita pikirkan baik-baik karena ini menyangkut milik dan masa depan kita sendiri. Ingat ya, di balik hak selalu mengandung tanggung jawab.

Kedua, dengan menyadari bahwa kita memiliki hak reproduksi, kita juga harus menyadari bahwa orang lain memiliki hak yang sama. Sehingga, kita harus menghormati dan tidak melanggar hak orang lain tadi, dan kasus Sita di atas tidak perlu terjadi.

Read More......

KB BUKAN HANYA UNTUK ORANG TUA, REMAJA JUGA PERLU TAHU


Pemerintah senantiasa mensosialisasikan agar masyarakat menerapkan program Keluarga Berencana (KB) dalam lingkungan keluarga, sebenarnya  KB memberi banyak manfaat pada keluarga itu sendiri. 


Bukan saja karena dengan mengikuti KB  maka kesehatan ibu menjadi lebih terjaga, kehamilan tidak diinginkan pun dapat dicegah dan keharmonisan keluarga dapat ditingkatkan,  dengan mengikuti KB secara tidak langsung akan mencegah anak kekurangan gizi, tumbuh kembang bayi menjadi  lebih terjamin serta kebutuhan ASI Eksklusif selama 6  bulan relatif dapat bisa terpenuhi.


Di satu sisi, Secara ekonomi, mengikuti program KB akan mengurangi kebutuhan rumah tangga, di sisi lain juga memberikan akses yang lebih luas pada keluarga yang bersangkutan untuk meningkatkan/menambah penghasilan  keluarga. Logikanya sangat sederhana, dengan ber-KB maka jumlah anak akan lebih sedikit dari yang seharusnya, sehingga kebutuhan hidup  sehari-hari, biaya kesehatan dan pendidikan anak serta kebutuhan lainnya dapat ditekan seoptimal mungkin. Lebih dari itu, karena keluarga tidak banyak direpotkan untuk mengurus anak, maka keluarga lebih berkesempatan untuk berwirausaha sehingga kemandiria ekonomi akan lebih dapat diwujudkan.


Secara sosial KB juga banyak memberi banyak keuntungan. Prinsipnya, dengan ber-KB, maka keluarga yang bersangkutan memiliki kesempatan lebih luas untuk bermasyarakat. Disamping itu, KB terbukti mampu meningkatkan peran ibu dalam pengambilan keputusan keluarga. Dengan demikian mengikuti program KB itu tidak ada ruginya, karena selain dianjurkan oleh pemerintah. Agama apapun juga mendorong terwujudnya keluarga yang sejahtera yang menjadi tujuan akhir  dari program KB itu sendiri. Artinya, KB tidak hanya memberikan solusi untuk membangun keluarga kecil mandiri, tetapi juga keluarga yang memiliki ketahanan yang tinggi sehingga harmonisasinya dapat lebih terjaga.


Yang harus dipahami adalah bahwa program KB itu tidak semata-mata berurusan dengan kontrasepsi, tetapi juga berkaitan dengan bagaimana keluarga mengatur kehidupannya kelak secara lebih terencana melalui Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga sehingga fungsi-fungsi keluarga yang terdiri dari fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan dapat dijalankan secara optimal.

Dalam rangka PUP,  program KB telah menyiapkan kegiatan yang dikemas dalam Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR) serta Satuan Karya Keluarga Berencana (Saka Kencana). Kemudian dalam rangka pengaturan kelahiran telah diperluas akses dan peningkatan kualitas pelayanan kontrasepsi, baik pra, proses maupun pasca termasuk jaminan/ayoman bagi peserta KB yang gagal atau yang mengalami komplikasi. Selanjutnya dalam rangka pembinaan ketahanan keluarga, telah dikembangkan kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), Bina Keluarga Lansia (BKL) dan Bina Lingkungan Keluarga (BLK). Sedangkan dalam rangka peningkatan kesejahteraan keluarga telah dikembangkan kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) yang dapat dijadikan media bagi keluarga kurang mampu (Pra KS dan KS I) untuk berlatih berwira usaha.

Permasalahannya adalah generasi muda masih mengganggap pengetahuan tentang reproduksi, tentang KB dipandang hanya sebagai urusannya orang tua saja yang sudah menikah dan punya anak banyak, tidak bagi remaja yang belum meniklah, saatnya PIKKRR harus dibentuk di semua wilayah, bukanlah hal yang tabu bagi remasa untuk berbicara reproduksi dan keluarga berencana. 

Read More......

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria.

Tujuan program pendewasaan usia perkawinan adalah memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar didalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial, ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran. Tujuan PUP seperti ini berimplikasi pada perlunya peningkatan usia kawin yang lebih dewasa. Program PUP dalam program KB bertujuan meningkatkan usia kawin perempuan pada umur 21 tahun (RPJM 2004-2009).

Hasil data SDKI tahun 2007 menunjukan median usia kawin pertama berada pada usia 19,8 tahun. Angka ini mengindikasikan bahwa separuh dari pasangan usia subur di Indonesia menikah dibawah usia 20 tahun.
[img]http://www.medicalera.com/images/fbfiles/images/pup.JPG[/img]

Masa Menunda Perkawinan dan Kehamilan

Kelahiran anak yang baik, adalah apabila dilahirkan oleh seorang ibu yang telah berusia 20 tahun. Kelahiran anak, oleh seorang ibu dibawah usia 20 tahun akan dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan anak yang bersangkutan. Oleh sebab itu sangat dianjurkan apabila seorang perempuan belum berusia 20 tahun untuk menunda perkawinannya. Apabila sudah terlanjur menjadi pasangan suami istri yang masih dibawah usia 20 tahun, maka dianjurkan untuk menunda kehamilan, dengan menggunakan alat kontrasepsi seperti yang akan diuraikan dibawah ini.

Beberapa alasan medis secara objektif dari perlunya penundaan usia kawin pertama dan kehamilan pertama bagi istri yang belum berumur 20 tahun adalah sebagaiberikut:
  1. Kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal sehingga dapat mengakibatkan risiko kesakitan dan kematian pada saat persalinan, nifasserta bayinya.
  2. Kemungkinan timbulnya risiko medik sebagai berikut:

  • Keguguran
  • Preeklamsia (tekanan darah tinggi, cedema, proteinuria)
  • Eklamsia (keracunan kehamilan)
  • Timbulnya kesulitan persalinan
  • Bayi lahir sebelum waktunya
  • Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
  • Fistula Vesikovaginal (merembesnya air seni ke vagina)
  • Fistula Retrovaginal ( keluarnya gas dan feses/tinja ke vagina)
  • Kanker leher rahim


Penundaan kehamilan pada usia dibawah 20 tahun ini dianjurkan dengan menggunakan alat kontrasepsi sebagai berikut:
  1. Prioritas kontrasepsi adalah oral pil, oleh karena peserta masih muda dan sehat
  2. Kondom kurang menguntungkan, karena pasangan sering bersenggama (frekuensi tinggi) sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi.
  3. AKDR/Spiral/IUD bagi yang belum mempunyai anak merupakan pilihan kedua. AKDR/Spiral/IUD yang digunakan harus dengan ukuran terkecil.

Read More......

PIK KRR – Untuk Membentuk Remaja Berkualitas

Istilah apa sih, Kok saya baru denger? Gimana bacanya yaa?? Pikerrrrr atau piker?
Hehehe, tidak usah bingung baca aja PIK KRR. Merupakan kepanjangan dari Pusat  Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja. Ini merupakan salah satu sub program yang dimiliki oleh BKKBN yang lebih menitikberatkan pada remaja sebagai subjek penyuluhan. Seperti kita ketahui bahwa remaja merupakan salah satu fase usia peralihan antara masa kanak-kanak menuju gerbang dewasa.  Menurut Organisasi kesehatan dunia, WHO, batasan usia remaja adalah usia 12 s/d 24 tahun.  Program ini merupakan salahsatu upaya pemerintah untuk membantu remaja memiliki status kesehatan reproduksi yang baik melalui pemberian informasi, pelayanan konseling, dan pendidikan keterampilan hidup (Life skill).
 Sebagai masa peralihan, pada fase remaja inilah anak kita mengalami perubahan fisik dan kepribadian yang signifikan sehingga berdampak pada perubahan emosional yang besar. Dalam aspek kognitif, remaja juga mulai memiliki peningkatan terhadap pemahaman mereka tentang dunianya.  Pada masa ini, seorang anak memiliki keinginan kuat untuk mulai mandiri tidak terikat lagi kepada orang tua, tetapi masih bingung dengan kehidupannya. Mulai berusaha mencari-cari jati diri mereka seperti apa, merupakan salahsatu isu yang paling penting sekaligus kritis pada masa-masa ini.
Mungkin tidak banyak yang mengetahui, ternyata dibalik hingar bingar  kepemerintahan dan politik-politikan ternyata pemerintah masih memperdulikan warganya yang berada pada fase peralihan yang disebut remaja. Melalui program ini, pemerintah mengupayakan agar remaja tidak melewati masa remajanya dengan hal-hal yang tidak berguna. Seperti kita pernah alami, pada masa-masa remajalah kita mengalami proses pencarian jalan hidup yang seperti apa yang akan kita pilih. Tidak sedikit dari teman-teman saya yang pada akhirnya menjadi ‘gagal’ dan ‘biasa-biasa saja’ dimasa dewasanya hanya karena mereka salah memilih jalan dan pergaulan ketika masa remajanya. Melalui program ini, agaknya pemerintah mulai concern melihat perkembangan zaman instant yang serba canggih ini. Betapa banyak remaja yang akhirnya terperangkap kedalam lingkaran NARKOBA, akibat ketidaktauan dan rasa penasaran mereka. Pengetahuan yang kurang, atensi keluarga yang hampir tidak dirasakan, serta kebutuhan akan pengakuan yang tidak terpenuhi membuat mereka kadang memilih jalan yang salah.
Selain itu, perkembangan seksual sekunder remaja juga membuat remaja menjadi penasaran dengan keberadaan diri mereka. Awalnya mungkin coba-coba. Mereka melakukan eksplorasi seksual terhadap diri sendiri, ditambah tontonan-tontonan ‘bokep’  yang mendorong rasa ingin tau yang meledak-ledak membuat remaja cenderung menyalurkannya melalui masturbasi. Salah? Mungkin demikian. Seksolog kompasiana, Mariska Lubis pernah membahas ini sebelumnya.
Didorong rasa keprihatinan supaya remaja memiliki pengetahuan memadai seputar dunianya, maka  sejak tahun 2000, BKKBN sebagai salahsatu badan yang mengurusi Keluarga mempunyai program PIK KRR. Melalui program ini, pemerintah berupaya untuk membentuk remaja TEGAR  yaitu remaja yang berperilaku sehat, menghindari resiko TRIAD KRR (seksualitas, HIV dan AIDS, serta NAPZA),  serta menunda usia perkawinan/pendewasaan usia perkawinan.
Sebagai bagian dari warga Negara Indonesia, maka saya mengajak anda yang memiliki anak remaja agar benar-benar memperhatikan perkembangan anak anda agar tidak salah jalan dalam menapaki hidupnya kelak. Berikanlah kasih sayang yang cukup terhadap mereka, tidak usah terlalu mengekang tapi juga jangan terlalu memberikan kebebasan kepada mereka. Penuhi segala kebutuhan psikologisnya, salah satunya bisa dilakukan dengan upaya memposisikan diri anda sebagai sahabat bagi mereka.
Mari kita selamatkan generasi muda Indonesia agar tidak terjerumus kedalam pergaulan yang salah, supaya terhindar dari NARKOBA dan juga seks bebas yang buntut-buntutnya akan menjadikan Negara kita semakin terbelakang.  Jika anda ingin ikut berkontribusi terhadap program PIK KRR pemerintah, anda bisa menghubungi kantor BKKBN / badan bentukan pemerintah daerah yang concern mengurusi program KB (BKBPP/BPPKB) atau melalui para penyuluh atau petugas Lapangan KB yang tersebar diseluruh kabupaten di wilayah tanah air tercinta ini.

 

Read More......

KONDISI FAKTUAL TUMBUH KEMBANG REMAJA

Siapakah yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan kehidupan bangsa dan negara mendatang ? tentu saja generasi saat ini, sebagai penerus dan pemegang estafet kepemimpinan, satu keniscayaan hanya remaja/generasi yang berkualitas yang mampu menjawab tantangan tersebut.
Kualitas generasi akan sangat ditentukan oleh kemauan dan kemampuan pengembangan potensi diri, dengan tidak menampik peran keluarga (orang tua) dan pemerintah dalam memberikan perhatian terhadap pengembangan sumber daya manusia potensial. Sekali kita melakukan kesalahan maka dampaknya akan sangat panjang dan berat bagi diri generasi muda itu sendiri, lebih jauh pada pembangunan bangsa secara menyeluruh.
Untuk membentuk generasi berkualitas perlu difahami perkembangan dan prilaku yang terjadi pada remaja, ini penting setidaknya remaja akan mampu memilah prilaku dan mampu membangun potensi diri dalam upaya memersiapkan diri sampai pada tahapan masa dewasa untuk kehidupan berkeluarga.

A.  Ciri-ciri Perkembangan Remaja 
Menurut cirri perkembangannya masa remaja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
1.  Masa Remaja awal (10-12 Tahun)
  • Lebih dekat dengan teman sebaya
  • Ingin bebas
  • Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya
  • Mulai berpikir abstrak
2.  Masa Remaja Tengan (13-15)
  • Mencari identitas diri
  • Timbul keinginan untuk kencan
  • Mempunyai rasa cinta yang mendalam
  • Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak
  • Berkhayal tentang aktivitas seks

3.  Masa Remaja Akhir (16-19)
  • Pengungkapan kebebasan diri 
  • Lebih selektif dalam mencari teman sebaya
  • Mempunyai citra jasmani dirinya
  • Dapat mewujudkan rasa cinta
  • Mampu berpikir abstrak
Ciri-ciri perkembangan remaja tersebut perlu dipahami, agar penanganan masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya dapat dilakukan dengan baik.

B.  Perubahan Fisik pada Masa Remaja

Terjadi pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja termasuk pertumbuhan organ-organ reroduksi (organ seksual) untuk mencapai kematangan sehingga mampu melangsungkan fungsi reproduksi. Perubahan ini ditandai dengan munculnya tanda-tanda sebagai berikut :

1.  Tanda-tanda seks primer, yaitu yang berhubungan langsung dengan organ seks, seprti ;
  • Terjadinya haid pada remaja putri (menarche, usia, 9-15 th)
  • Terjadinya mimpi basah pada remaja laki-laki (wet Dream, usia 12-15)
2.  Tanda-tanda skes sekunder, yaitu;
  • Remaja laki-laki : terjadi perubahan suara, tumbuhnya jakun, penis dan buah zakar bertambah besar, terjadi ereksi dan ejakulasi, dada lebih lebar, badan lebih berotot, tumbuhnya kumis, cambang dan rambut disekitar kemaluan dan ketiak.
  • Remaja puteri ; pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina, payudara membesar, tumbuhnya rambut diketiak dan sekitar kemaluan (pubis).
C. Perubahan Kejiwaan pada Masa Remaja

Proses perubahan kejiwaan berlangsung lebih lambat dibandingkan perubahan fisik, yang meliputi ;
1.   Perubahan emosi, sehingga remaja menjadi ;
  • Sensitif (mudah menangis, cemas, frustrasi dan tertawa)
  • Agresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan luar yang berpengaruh, sehingga (misalnya) mudah berkelahi 
2.  Perkembangan intelegensia, sehingga remaja menjadi;
  • Mampu berfikir abstrak, senang memberikan kritik
  • Ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin mencoba-coba.
Prilaku Remaja 
Masa Remaja, usia 10 – 19 tahun, merupakan masa peralihan dari anak-anak ke periode dewasa, prilaku remaja sering menjadi masalah dan topik pembicaraan, hal ini erat kaitannya dengan karakteristik perkembangan masa remaja. Sebagaimana dimaklumi, masa remaja adalah masa kurun waktu perkembangan yang berada dalam masa transisi, yaitu dari masa anak-anak ke masa dewasa. Stanley hall (1904) menyebut remaja sebagai peiode penuh badai dan stress. Menurut Hall secara khas remaja berada dalam keadaan kontradiksi dan ekstrim, misalnya; antara bersemangat penuh kegembiraan dan kelesuan, kekejaman dan sensitivitas, rajin dan kemalasan. 

Sementara itu Erikson memandang pada masa ini, remaja berusaha konsisten dengan kepercayaan diri untuk mengembangkan identitas integral, prosesnya tidak mudah seringkali dihadapkan pada kendala, dan ia menyebutnya konflik identitas. Dipihak lain Margaret Mead seorang antropolog ternama mengatakan bahwa remaja tidak selalu mengalami konflik, tidak semua remaja mengalami periode kacau penuh badai dan sebagian besar remaja mampu melampaui masa ini secara sehat dan positip.

Remaja dalam menjalani kehidupan sering kali melakukan tindakan-tindakan kurang berkenan dimata orang dewasa, tapi sebenarnya itu merupakan bagian normal kehidupan seorang remaja dan merupakan bagian penting fungsi perkembangan, membantu pembentukan identitas dan untuk tumbuh sebagai orang dewasa, disini peran keluarga (orang tua) sangat penting untuk mengarahkan prilaku remaja.

Masa remaja merupakan masa persiapan memasuki kehidupan dunia dewasa yang sebenarnya termasuk kehidupan berkeluarga, kehidupan dewasa menuntut adanya kemandirian dalam berbagai segi kehidupan, oleh karena itu pada masa remaja ini terjadi tugas-tugas perkembangan untuk mempersiapkan kehidupan berkeluarga, tugas-tugas tersebut antara lain mencari dan mempersiapkan pasangan hidup, mempersiapkan pekerjaan, memperoleh pendidikan dan berbagai kompetensi yang diperlukan dalam kehidupan dewasa.

Dalam periode masa remaja ini, terjadi berbagai perubahan dalam segi fisik, psikologis , spiritual , dan sosial sebagai konsekuensi proses pertumbuhan dan perkembangan dalam masa ini. Pada masa ini terjadi proses kematangan organ-organ reproduksi (seksual), sebagai wujud kesiapan untuk menghasilkan keturunan baru. Perubahan itu disertai pula dengan berkembangnya ketertarikan kepada jenis kelamin lain yang berbeda (laki-laki kepada perempuan atau sebaliknya) atau heteroseksual. Ketertarikan ini merupakan awal dari berkembangnya “rasa cinta” di kalangan remaja, yang kemudian mendorong untuk terjadinya prilaku pacaran. Prilaku pacaran para remaja akan banyak dipengaruhi oleh cirri-ciri perkembangan cinta yang terjadi pada masa remaja, awal rasa cinta itu bermula dari pemujaan atau kekaguman kepada seseorang. Dalam fase selanjutnya kemudian berkembang menjadi apa yang disebut “cinta monyet”, yaitu adanya rasa cinta tetapi masih-masih malu-malu untuk mewujudkannya, perkembangan selanjutnya ialah apa yang disebut “steady love” atau “cinta yang mantap”, yaitu cinta yang sudah didasari oleh kemantapanpilihan, fase selanjutnya ialah “cinta ambang pernikahan”, yaitu cinta yang sudah lebih mengarah kepada kehidupan berkeluarga.

Kehidupan berkeluarga saatnya tahapan itu akan dilalui, hanya persoalannya jangan sampai terjadi karena “keterpaksaan” tanpa ada satu rencana dan kesiapan yang matang, kalau ini terjadi maka indahnya kehidupan dewasa akan nanar dalam pelukan penyesalan, sejatinya hanya remaja yang mampu mensinergikan perkembangan prilaku dalam keseharian akan mampu menapak pada kehidupan dewasa dan kehidupan berkeluarga yang ideal sesuai asa yang diinginkan.

Read More......


Berhati-hatilah dengan seks oral. Para ilmuwan di Amerika Serikat mengatakan ada kaitan kuat antara kegiatan seks oral dan kanker. Mereka kini mencoba mengungkap mengapa human papillomavirus menyebabkan peningkatan kasus kanker mulut pada pria kulit putih di negara itu. Bukti-bukti seputar hubungan kanker mulut dan seks oral sebenarnya sudah lama diungkapkan para peneliti. Para ahli bahkan menemukan kanker mulut akibat infeksi human papillomavirus (HPV) kini lebih banyak terjadi dibandingkan dengan akibat penggunaan tembakau. Di AS, antara tahun 1974-2007 telah terjadi peningkatan kasus kanker mulut sampai 225 persen, mayoritas pada pria kulit putih.

Read More......

Asam Amino, Kunci Kebal HIV


Mengapa tahap infeksi HIV pada beberapa orang tidak berlanjut menjadi AIDS? Sebuah kajian genetik terbaru menunjukkan, hal itu berkaitan dengan adanya asam amino tertentu dalam tubuh yang mampu menghancurkan sel-sel yang terinfeksi HIV.
Demikian diungkapkan Bruce Walker, imunolog dan Direktur Ragon Institute of Massachusetts General Hospital, Massachusetts Institute of Technology dan Harvard University di Charlestown. Menurut temuannya, peluang tahap infeksi HIV untuk tidak berkembang menjadi AIDS terjadi pada 1 di antara 300 orang.
Penelitian itu dimulai ketika Walker mengetahui manfaat klinis yang dimiliki oleh pasien-pasein yang memiliki kekebalan terhadap HIV lewat program HIV Controller Study. "Saya pikir, kita dapat membentuk kelompok untuk menganalisa hal itu. Kita harus menemukan keunikan genetik dari seseorang yang memiliki kekebalan itu," ujar Walker.
Walker bersama timnya lalu mengambil sampel DNA dari 900 pasien HIV Controller atau orang-orang yang punya kekebalan terhadap HIV tadi. Mereka membandingkannya dengan kode genetik yang terdapat pada 2.600 orang yang memberi respons normal terhadap HIV. Untuk membandingkannya, ia menggunakan Genetic Wide Association Study (GWAS).
GWAS akan menganalisa single nucleotide polymorphism atau perubahan satu kode genetik yang memunculkan variasi pada individu tertentu. Melalui kajian itu, Walker menemukan, ada sekitar 300 lokasi yang secara statistik berkaitan dengan kekebalan terhadap HIV tersebut. Lokasi-lokasi itu diketahui berkaitan dengan bagian genetik yang mengode protein kekebalan yang disebut protein HLA.
Menggunakan pemetaan detail dari daerah HLA itu, Walker menemukan adanya asam amino pada protein HLA-B yang berbeda antara individu normal dan HIV Controller. Ia mengatakan, asam amino itulah yang mungkin bertanggung jawab terhadap kekebalan HIV.
"Dari 3 juta nukleotida yang terdapat dalam genome manusia, saya menemukan asam amino yang membuat individu normal dan HIV Controller berbeda," kata Walker.
Protein HLA-B merupakan jenis protein yang bertanggung jawab untuk melawan virus. Namun, sejauh ini belum diketahui mekanisme protein tersebut membangun kekebalan tubuh terhadap HIV. "Kami berusaha mencari tahu apa yang protein tersebut lakukan dan mekanisme pertahanannya. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan," ujar Walker.
Pemahaman tentang mekanisme kerja protein tersebut sangat mungkin mendasari pengembangan vaksin. "Masih butuh waktu lama untuk memahaminya. Tetapi, kabar baiknya adalah adanya pengetahuan tentang sistem kekebalan ini. Hal itu berarti ada kabar bagus untuk vaksin karena prinsip vaksin adalah memanipulasi kekebalan," kata Walker yang mempublikasikan risetnya dalam situs Jurnal Nature, 4 November lalu.

Read More......

Remaja AS "Terjebak" Seks Oral

Perilaku seks bebas di kalangan remaja Amerika Serikat memang bukan suatu hal yang aneh. Remaja bahkan sudah "terjebak" dalam aktivitas seks oral, yang membuat mereka berani melangkah ke jenis aktivitas seks lainnya.

Penelitian perilaku seksual di kalangan remaja Negeri Paman Sam menunjukkan, setelah melakukan seks oral, mereka lebih berani melakukan hubungan yang melibatkan penetrasi organ intim.

Seperti dilaporkan dalam jurnal Archives of Pediatric and Adolescent Medicine, para ahli di University of California San Francisco melakukan survei terhadap 600 siswa sekolah menengah atas di California.

Para remaja diminta mengisi kuisioner tentang pengalaman seksual mereka. Pengisian kuis dilakukan enam bulan sekali dalam dua periode, yakni di saat masuk kelas 9 pada tahun 2002 dan ketika menyelesaikan kelas 11 pada tahun 2005.

Dari hasil survei terungkap, pada setiap periode survei para remaja mengaku mendapat pengalaman pertamanya dengan seks oral ataupun penetrasi organ intim (vaginal intercourse). Sebagian mereka tidak dapat memastikan, jenis aktivitas mana yang lebih dulu mereka lakukan.

Akan tetapi, di antara remaja yang hanya melakukan satu jenis aktivitas seks dalam periode 6 bulan, seks oral sering kali menjadi "pendahulu" sebelum melangkah ke hubungan yang melibatkan penetrasi.

Selain itu, survei menunjukkan, perilaku seks oral pada awal hubungan memperbesar risiko remaja melakukan penetrasi. Kebanyakan remaja yang melakukan seks oral untuk pertama kalinya akan melakukan seks penetrasi dalam enam bulan berikutnya.

Mereka yang pernah seks oral berisiko 25 persen lebih tinggi melakukan hubungan penetrasi pada akhir kelas 9, dan risikonya naik hingga 50 persen setelah akhir kelas 11. Sementara mereka yang tidak melakukan seks oral hingga menyelesaikan kelas 11 hanya berisiko 16 persen melakukan seks penetrasi hingga akhir tahun ajaran.

"Seks oral di kalangan remaja memang terjadi. Namun, ada dua pandangan yang saling bertolak belakang di sana. Ada kemungkinan bahwa bagi remaja seks oral adalah pintu menuju seks penetrasi, atau aktivitas ini dilakukan untuk mencegah seks penetrasi," ungkap penulis riset, Anna V Song.

Sementara itu, Bonnie Halpern-Felsher, PhD, peneliti senior dan profesor kesehatan anak dari University of California San Francisco, menyatakan, tujuan penelitian ini adalah untuk memastikan hubungan antara seks oral dan seks penetrasi. Selain itu, apakah para remaja melakukan seks oral dengan tujuan menunda penetrasi atau apakah seks oral akan memperbesar peluang melakukan seks penetrasi.

"Kami tak membahas mengenai risiko yang berkaitan dengan seks oral. Remaja berpikir seks oral tidak terlalu berisiko (ketimbang penetrasi). Padahal, itu tidak bebas risiko sama sekali," ungkap Felsher.

Read More......

8 Mitos Seputar Edukasi Seks



Setiap anak muda memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan seks secara akurat dan seimbang, termasuk informasi tentang alat kontrasepsi, misalnya kondom.

Lengkapi dengan penjelasan mengenai pelayanan kesehatan yang profesional, seks yang aman, dan sebagainya. Jangan sampai hak itu terabaikan, gara-gara kita lebih percaya mitos.

Inilah beberapa mitos tentang pendidikan seks yang masih merongrong sebagian besar masyarakat. Mitos ini sebaiknya perlu diluruskan sehingga generasi muda mendapatkan informasi yang tepat dan benar tentang kesehatan reproduksi dan seksual.

1. Mitos: Pendidikan seks hanya perlu diberikan kepada orang yang mau menikah. Fakta: Menurut sebuah penelitian, sikap seperti itu tidak bakal menunda aktivitas seksual di kalangan remaja. Justru pemahaman yang sangat sedikit dan keliru tentang seksualitas memudahkan banyak remaja terjerumus ke dalam perilaku seks tidak sehat.

2. Mitos: Pendidikan seks mendorong para pelajar menjadi aktif secara seksual. Fakta: Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengevaluasi 47 program di Amerika Serikat dan beberapa negara lain. Dalam 15 studi, pendidikan seks dan HIV/AIDS menambah aktivitas seksual dan tingkat kehamilan serta infeksi menular seksual. Namun, 17 studi lain menunjukkan, pendidikan seks dan HIV/AIDS menunda aktivitas seksual, mengurangi jumlah pasangan seksual, juga mengurangi tingkat kejadian infeksi menular seksual dan kehamilan yang tak direncanakan.

3. Mitos: Mengajarkan alat kontrasepsi akan mendorong para pelajar aktif secara seksual dan meningkatkan angka kehamilan pada remaja. Fakta: Para ahli yang telah mempelajari isu ini menyimpulkan, pendidikan tentang seks dan HIV/AIDS yang komprehensif, termasuk program ketersediaan kondom, tidak menambah aktivitas seksual, tetapi justru efektif dalam mengurangi perilaku seksual berisiko tinggi di antara para remaja.

4. Mitos: Kerap terjadi kegagalan alat kontrasepsi sehingga kita lebih baik mengajari para remaja untuk bersikap menghindarinya. Fakta: Kontrasepsi modern sangatlah efektif, asalkan memilih jenis yang benar-benar cocok dan digunakan secara benar. Rata-rata kehamilan pada perempuan yang menggunakan suatu jenis pil sekitar 0,03 persen, sementara yang memakai kondom untuk perempuan sekitar 21 persen, dan yang tanpa KB sekitar 85 persen. Bandingkanlah.

5. Mitos: Alat kontrasepsi tidak menangkal HIV dan infeksi menular seksual lainnya. Fakta: Memang hanya kondom yang memberikan perlindungan yang signifikan terhadap penularan infeksi seksual, termasuk HIV. Itu sebabnya para remaja sebaiknya mendapat pendidikan yang benar mengenai kondom.

6. Mitos: Kondom memiliki angka rata-rata kegagalan yang tinggi. Fakta: The National Institutes of Health (TNIH) menjelaskan, kondom sangat efektif untuk menangkal penularan HIV dan mencegah kehamilan. TNIH juga melaporkan, studi laboratorium memperlihatkan bahwa kondom mampu mencegah penyakit akibat infeksi menular seksual yang lain, seperti gonore, klamidia, dan trichomoniasis.

7. Mitos: Kondom tidak dapat melindungi kita dari HPV (Human papillomavirus). Fakta: Kondom memang tidak dapat menangkal infeksi virus pada bagian tubuh yang tidak tertutup kondom. Namun, TNIH melaporkan, penggunaan kondom dapat mengurangi risiko penyakit yang terkait dengan HPV, misalnya kanker serviks. Penyakit jenis ini dapat dicegah dengan penggunaan kondom secara konsisten dan efektif, serta deteksi dini HPV melalui pemeriksaan pap smear.

8 Mitos: Kondom tidak efektif untuk mencegah penularan HIV. Fakta: TNIH mengonfirmasikan bahwa kondom merupakan alat kesehatan masyarakat yang efektif untuk melawan infeksi HIV. Studi lain di Eropa terhadap yang disebut pasangan HIV-serodiscordant (pasangan di mana salah satunya sudah terinfeksi HIV dan yang satu sehat) menunjukkan tidak terjadi penularan pada pasangan yang sehat, di antara 124 pasangan yang menggunakan kondom setiap kali mereka berhubungan seks. Pada pasangan yang tidak secara konsisten menggunakan kondom, sekitar 12 persen terjadi penularan pada pasangan yang sebelumnya tidak terinfeksi.

Read More......

Aborsi Timbulkan Gangguan Mental?



Upaya penghentian kehamilan atau aborsi ternyata tidak meningkatkan risiko gangguan mental pada pelakunya. Hal ini terungkap dalam riset yang diadakan di Denmark terhadap 365.550 remaja dan wanita yang pernah melakukan aborsi atau melahirkan anak pertama.

Dalam penelitian yang dilakukan, seluruh responden adalah perempuan sehat yang tidak memiliki riwayat masalah mental yang mengharuskan mereka mendapat perawatan di rumah sakit. Para peneliti menggunakan data pendaftaran di rumah sakit secara nasional sehingga bisa menelusuri riwayat kesehatan responden, sebelum dan setelah aborsi.

Penelitian dilakukan untuk melihat kesehatan mental responden selama periode 1995 dan 2007. Dalam periode itu 84.620 wanita melakukan aborsi dan 280.930 wanita melahirkan anak pertama.

Para peneliti lalu membandingkan status kesehatan mental responden sebelum dan setelah aborsi. Pada masa setahun setelah aborsi, 15 dari 1.000 wanita melakukan konseling psikiatri. Jumlah ini setara dengan wanita yang mencari bantuan konseling sembilan bulan sebelum tindakan aborsi.

Wanita yang melakukan aborsi, menurut peneliti, kebanyakan berasal dari kelompok yang memang sudah memiliki problem emosional sejak awal. Kebanyakan wanita dalam kelompok ini juga memiliki tingkat ekonomi rendah dan mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Namun penelitian ini tidak mencari tahu mengapa kehamilan itu diakhiri.

Tindakan aborsi di Denmark merupakan tindakan legal dan diatur dalam undang-undang sejak 1973.

Sementara itu, kelompok perempuan yang melahirkan dan mengalami masalah mental justru lebih tinggi. Tujuh dari 1.000 wanita melahirkan mendapatkan terapi konseling. Jumlah ini naik dari 4 wanita sebelum mereka melahirkan.

Masalah mental yang dialami wanita dari kedua kelompok adalah kecemasan, stres berat, dan depresi

Read More......
Template by : Kendhin x-template.blogspot.com